Pada hari kamis tanggal 04 Maret 2010 pukul 14.00 WIB telah dilaksanakan persidangan Mahkamah Konsitusi nomor perkara 149/PUU-VII/2009 tentang Uji Materi Undang-Undang nomor : 30/2009tentang Ketenagalistrikan dengan agenda acara Mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli dari Pemohon. Persidangan Pleno ini dipimpin oleh hakim ketua Moh. Mahfud MD dengan beranggotakan Achmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Hamdan Zoelva, dan Harjono. Dari SP PT PLN (Persero) sebagai pemohon : Ir. Ahmad Daryoko dan Sumadi, sedangkan sebagai pendamping : Sugiyanto SH, Christopher Satya Pasaribu SH, dan Kunto Herwin Bono SH. Sebagai saksi/ahli pemohon (SP PT PLN (Persero)) dihadiri oleh : Prof. Harun Al Rasyid SH, Ir. H. Syariffuddin M, M.Eng, Ichsanuddin Noorsy SE. M.Hum, dan Drs. Revrizon Baswir MBA. Perwakilan dari Pemerintah diwakili oleh : J. Purwono, Taguh Pamudji, Sutisna Prawira, Cholilah SH. MH, Mualin Abdi, dan Radita Aji. Pada kesempatan pertama Pemohon SP PT PLN (Persero) Ir. Ahmad Daryoko, kembali menyampaikan norma-norma yang diajukan untuk diuji yaitu berupa Norma Materiil yang terdiri dari 11 norma antara lain : Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3), Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 20, Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), pasal 56 ayat (1), pasal 56 ayat (2), dan pasal 56 ayat (4) Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Sedangkan Norma UUD 1945 sebagai alat uji sebanyak 1 (satu) norma yaitu Pasal 33 ayat (2) "Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara". Diakhir kesempatan pemohon mengajukan PETITUM berupa :
Pada kesempatan kedua Pemerintah yang diwakili oleh Dirjen Listrik dan Energi Jack Purwono didalam penjelasannya berpendapat tentang kedudukan hukum / legastanding pemohon, bahwa pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum / legalstanding untuk mengajukan permohonan ini karena pemohon bukan subjek hukum atau pihak yang tunduk atau terkena ketentuan Udanga-undang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Didalam penjelasannya memberikan penjelasan pasal-pasal didalam Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yaitu :
Pada kesempatan ini pemerintah memohon (Petitum) kepada Mahkamah Konstitusi dapat memberikan keputusan :
Sebelum menyampaikan paparan, para saksi/ahli dari pemohon (SP PT PLN (Persero)) yang terdiri dari : Prof. Harun Al Rasyid SH, Ir. H. Syariffuddin M, M.Eng, Ichsanuddin Noorsy SE. M.Hum, dan Drs. Revrizon Baswir MBA diambil sumpahnya terlebih dahulu menurut ajaran agama Islam. Pada kesempatan pertama saksi/ahli dari pemohon Prof. Harun Al Rasyid SH menitik beratkan pada Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Menurut beliau bila Undang-undang tersebut telah dibatal berarti batal dan tidak dapat digunakan lagi apalagi dihidupkan kembali. Keterangan saksi/ahli dari pemohon (SP PT PLN (Persero)) Ir. H. Syariffuddin M, M.Eng, menjelaskan tentang sistem ketenagalistrikan yang menitik beratkan pada Apa yang terjadi kalau UNBUNDLING usaha Ketenagalistrikan serta REGIONALISASI Tarif dilaksanakan. Beliau berpendapat bila Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan jadi dilaksanakan maka BPP disetiap daerah :
Jadi bila harga ditetapkan berdasarkan Undang-undang tersebut maka harga jual listrik akan naik karena harga listrik tanpa subsidi, ini dampak bila PLN diprivatisasi. Sebagai contoh harga listrik di SABANG-NAD akan naik sampai 405%, harga di MAUROKE-PAPUA akan naik 406%, harga di MIANGAS-SULUT akan naik 325%, dan harga di ROTENDAO akan naik menjadi 478%. Sedangkan peta ketenagalistrikan (PLN) di Indonesia nantinya diibaratkan BERBURU DI KEBUN BINATANG. Maksudnya adalah para Investor Asing akan berlomba-lomba membeli/menguasai pembangkit yang ada di JAMALI (Jawa Madura Bali) karena di JAMALI inilah PLN untung. Sedangkan listri di luar JAMALI pengelolaannya diserahkan ke BUMN karena Investor tidak mau mengelolanya karena merugi. Ibarat AYAM KAMPUNG (BUMN) bila ayam tersebut sudah gemuk maka disembelih. Sebenarnya terbitnya Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 merupakan suatu proses akhir dari dari suatu besar yang dilakukan secara sistemik bahkan sejak sejak proklamasi. Dengan kata lain bahwa setelah dicetus proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 maka terjadilah dengan apa yang disebut suversi Neokolonialisme tutur Drs. Revrizon Baswir MBA. Ichsanuddin Noorsy SE memaparkan bahwa Interferensi asing terhadap Indonesia dalam reformasi sumber energi dibuktikan dengan adanya paksaan dari IMF untuk masuk kedalam tubuh kebijakan-kebijakan Indonesia semenjak Presiden Soeharto menandatangani LOI tanggal 31 oktober 1997 yang mana didalammnya dituntut berbagai macam reformasi termasuk reformasi ketenagalistrikan. Akhir interferensi asing terhadap Indonesia pun terkuak dengan bukti adanya radiogram dari Washinton ke Jakarta yang memerintahkan 3 (tiga) hal isinya : 1. Ganti Direktur Utama Pertamina, 2. Ganti Direktur Utama PLN, 3. Siapkan draft rancangan Undang-undang Migas dan Energy. Selanjutnya menurut pendapat beliau bahwa ada 4 (empat) hal sektor-sektor kedaulatan ekonomi :
Mengutip pendapat Bung Karno dan Bung Hatta "BILA HANYA DEMOKRASI POLITIK TANPA DEMOKRASI EKONOMI SESUNGGUHNYA KITA BELUM MERDEKA". Diakhir sidang Pleno Mahkamah Konstitusi ini Hakim Ketua menetapkan sidang selanjutnya tanggal 25 Maret 2010 dan meminta Pemerintah menghadirkan Direktur Utama PLN dan saksi/ahli dari Pemerintah. Humas DPP SP PT PLN (Persero) lihat juga di : bisniskeuangan.kompas.com, republika.co.id | ||||||||||||||||||||||||||||||
Last Updated on Friday, 12 March 2010 16:16 |
Selasa, 16 Maret 2010
SIDANG KE 3 MAHKAMAH KONSTITUSI 04 MARET 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar