Jumat, 26 Maret 2010

sidang lanjutan SP PLN ke-4

Pada tanggal 25 Maret 2010 pukul 10.00 s.d 12.00 kembali digelar Sidang Mahkamah
Konstitusi Judicial Review UU nomor : 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang ke 4
(empat) atau sidang Pleno ke 2 (dua) dengan agenda acara : Mendengarkan Ahli dari Pemohon
dan Pemerintah dan dalam sidang ini tetap dipimpin oleh Bpk. Moh. Mahfud MD.

Pada kesempatan ini Serikat Pekerja PT PLN (Persero) menghadirkan saksi ahli : Dr. David
Hall dari Inggris dan Luis C. Coral dari Philipina. Sedangkan dari Pemerintah mendatangkan
Dirut PT. PLN (Persero) Dahlan Iskan dan saksi ahli Dr. Ir. Toemiran, M. Eng.

Pada persidangan ini saksi Ahli Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Dr. David Hall
menyampaikan bahwa banyak negara-negara seperti : Brazil, India, Meksiko, Korea Selatan,
Argentina, Venezuela, Afrika Selatan dan Thailand yang meninggalkan privatisasi dan
liberalisme ketenagalistrikan karena dianggap merugikan rakyat dan bangsanya. Sedangkan di
negara Uni Eropa seperti Italia ditahun 2003 terjadi pemadaman listrik yang luas akibat dampak
dari privatisasi ketenagalistrikan. Untuk di Amerika serikat sendiri banyak negara-negara bagian
seperti California dan Texas konsumen mengeluhkan tingginya harga listrik setelah di
privatisasi yang akhirnya menentang pemisahan deregulasi listrik (unbundling). Tidak untuk Los
Angeles, Los Angeles selamat karena mempertahankan monopoli pemerintah kota yang
terintegrasi secara vertikal, sehingga tidak ada pemadaman.

Menurut Dr. David Hall dampak negatif dari restrukturisasi radikal sebagai alat efisiensi
adalah
"Restrukturisasi radikal adalah cara yang paling tidak berhasil untuk perbaikan kinerja,
dan ditandai dengan ketidakpastian dalam perencanaan, kekhawatiran akan pemecatan,
hilangnya rasa aman dan semangat, dan hilangnya efisiensi dan efektifitas"
. Selain itu juga terbitnya UU nomor : 30 tahun 2009 sangat berkaitan dengan adanya fakta
Globalisasi dan harga tidak terbukti turun karena terjadi banyak kartel serta perluasan system
didanai oleh Pemerintah bukan oleh Perusahaan.

SIDANG KE 4 MAHKAMAH KONSTITUSI 25 MARET 2010
Written by sp
Friday, 26 March 2010 08:13 - Last Updated Friday, 26 March 2010 08:32
Humas DPP SP PT PLN (Persero)

DAHLAN ISKAN DITERIAKI BALIK SAJA KE JAWA POS DI MK
Jakarta - Usai sidang uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Dirut PLN Dahlan Iskan diteriaki para Serikat Pekerja PLN sebagai pemohon.

"Bapak bohong," kata salah satu dari serikat Pekerja PLN usai sidang yang mengagendakan saksi ahli di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/3).

Pelaku mengungkapkan, kepada Dahlan bahwa dalam UU tersebut berpotensi membuka penjualan listrik kepada pihak asing di daerah Jawa-Bali. "Saya tidak bohong, memang kenyataannya tidak seperti itu," kata Dahlan menanggapi.

Sementara, salah satu serikat pekerja PLN yang lain meneriaki Dahlan untuk kembali ke medianya. "Balik saja ke Jawa Pos," ujar dia.

Sementara itu, dalam sidang Dahlan mengungkapkan UU tersebut tidak ada unsur liberalisasi. Masalah jaringan dan distribusi tidak mengarah pada pemisahan yang seperti ditakutkan oleh para pemohon sehingga menimbulkan adanya liberalisasi.

"Sama sekali tidak melihat ada liberalisasi. Saya tidak mau, tidak berhak, dan tidak melihat. Saat ini transmisi dan distribusi masih dipegang PLN," ungkapnya.

Dahlan mengungkapkan, peran swasta hanya menjadi membantu. "Swasta hanya membantu saya setuju. Nggak ada jaminan juga, nggak ngerti aku karena ini bukan aku yang memunculkan," tuturnya.

"Pokoknya dikabulkan (UU Ketenagalistrikan) tidak menyusahkan saya, tidak dikabulkan juga tidak menyusahkan saya, dikabulkan tidak membuat PLN lebih baik. Tidak dikabulkan, tidak membuat PLN lebih baik, yang penting memperbaiki PLN,"ujarnya.
(PRIMAIRONLINE)


Dirut PLN tidak Jamin Kerja Sama dengan Swasta Perbaiki Layanan
JAKARTA--MI: Direrkutr Utama PLN Dahlan Iskan tidak berani memastikan, kerja sama PLN dan swasta akan menjamin kebutuhan listrik di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, pemerintah bisa bekerjasama dengan swasta dalam menyediakan listrik. Akan tetapi Dahlan menyatakan tidak ada jaminan listrik di daerah terpenuhi walaupun nantinya PLN bekerja sama dengan swasta.
"Ga ada juga jaminannya. Siapa yang menjamin? Ga ngerti aku. Ini (UU 30/2008) kan bukan aku yang memunculkan. Pokoknya kalau ini dikabulkan tidak menyusahkan saya, tidak dikabulkan tidak menyusahkan saya. Dikabulkan tidak membuat PLN lebih baik, tidak dikabulkan tidak memuat PLN lebih baik," ujarnya.
Kerja sama dengan swasta dikhawatirkan akan mengancam nasib para Serikat Pekerja, serta meningkatkan harga listrik.
Dahlan pun membantah PLN melakukan proses swastanisasi seperti yang tersirat dalam Undang-Undang No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. "Sama sekali tidak melihat ada liberalisasi. Saya tidak melihat, tidak mau, dan tidak berhak. Sampai saat ini, transmisi dan distribusi masih dipegang PLN," ujarnya memberikan keterangan dalam sidang uji materi UU 30/2009 di gedung MK, Kamis (25/3).
Dahlan mengatakan saat ini yang terpenting baginya adalah memperbaiki sistem layanan. "Yang penting sekarang memperbaiki PLN," ujarnya usai sidang uji materi.
Sebelumnya, Dahlan sempat memaparkan idenya untuk memecah PLN menjadi anak-anak perusahaan yang lebih kecil. PLN pembangkit, PLN transmisi, dan PLN distribusi. Bagi Dahlan, ini adalah suatu inovasi untuk mengontrol efisiensi.
"Menarik itu. Ga gampang. Perjuangannya panjang. Yang penting bagi saya sekarang meningkatkan pelayanan. Kalau mau memperjuangkan itu, harus berjuang ke sini, ke sini, ke sini. Daripada berjuang panjang, lebih baik memperbaiki pelayanan. saya ga mau mikir sekarang. Sekarang yang penting listrik cukup, listrik baik. Itu cukup. Itu saja sudah memakan energi yg cukup banyak," jelasnya.
Menanggapi uji materi yang diajukan Serikat Pekerja, Dahlan mengaku tidak berharap banyak.
"Ini dikabulkan saya tidak kesulitan. Ini tidak dikabulkan juga tidak mengalami kesulitan. Nanti tetap akan bekerja berdasarkan undang-undang yang sudah ada. Saya tidak punya harapan apa-apa. Kalau diswastanisasi saya tidak setuju."
Dahlan sempat diteriaki "pembohong" oleh puluhan Serikat Pekerja yang selalu menghadiri persidangan. Pihak keamanan pun dengan cepat membawa Dahlan turun untuk menghindari amukan.

<Penulis : Setyawati>

Selasa, 16 Maret 2010

SIDANG KE 3 MAHKAMAH KONSTITUSI 04 MARET 2010

Pada hari kamis tanggal 04 Maret 2010 pukul 14.00 WIB telah dilaksanakan persidangan Mahkamah Konsitusi nomor perkara 149/PUU-VII/2009 tentang Uji Materi Undang-Undang nomor : 30/2009tentang Ketenagalistrikan dengan agenda acara  Mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli dari Pemohon.

Persidangan Pleno ini dipimpin oleh hakim ketua Moh. Mahfud MD dengan beranggotakan Achmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Hamdan Zoelva, dan Harjono. Dari SP PT PLN (Persero) sebagai pemohon : Ir. Ahmad Daryoko dan Sumadi, sedangkan sebagai pendamping : Sugiyanto SH, Christopher Satya Pasaribu SH, dan Kunto Herwin Bono SH. Sebagai saksi/ahli pemohon (SP PT PLN (Persero)) dihadiri oleh : Prof. Harun Al Rasyid SH, Ir. H. Syariffuddin M, M.Eng, Ichsanuddin Noorsy SE. M.Hum, dan Drs. Revrizon Baswir MBA. Perwakilan dari Pemerintah diwakili oleh : J. Purwono, Taguh Pamudji, Sutisna Prawira, Cholilah SH. MH, Mualin Abdi, dan Radita Aji.

Pada kesempatan pertama Pemohon SP PT PLN (Persero) Ir. Ahmad Daryoko, kembali menyampaikan norma-norma yang diajukan untuk diuji yaitu berupa Norma Materiil yang terdiri dari 11 norma antara lain : Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3), Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 20, Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), pasal 56 ayat (1), pasal 56 ayat (2), dan pasal 56 ayat (4) Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Sedangkan Norma UUD 1945 sebagai alat uji sebanyak 1 (satu) norma yaitu Pasal 33 ayat (2) "Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara". Diakhir kesempatan pemohon mengajukan PETITUM berupa :
  1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
  2. Menyatakan bahwa materi muatan Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945;
  3. Menyatakan bahwa materi muatan Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
  5. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, Pemohon memohon putusan seadil-adilnya menurut hukum.

Pada kesempatan kedua Pemerintah yang diwakili oleh Dirjen Listrik dan Energi Jack Purwono didalam penjelasannya berpendapat tentang kedudukan hukum / legastanding pemohon, bahwa pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum / legalstanding untuk mengajukan permohonan ini karena pemohon bukan subjek hukum atau pihak yang tunduk atau terkena ketentuan Udanga-undang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Didalam penjelasannya memberikan penjelasan pasal-pasal didalam Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yaitu :
  1. Pasal 10 ayat (2), pasal ini merupakan penegasan dari pasal 10 ayat (1) yang mengijikan usaha ketanagalistrikan untuk kepentingan umum dapat dilakukan secara terintegrasi atau terpisah, mengijikan pelaku pengusaha pada satu jenis usaha dan lebih dari satu jenis usaha hal ini dirumuskan dengan kata "dan/atau" pada pasal 10 ayat (1) dan "dapat" pada pasal 10 ayat (2);
  2. Pasal 10 ayat (3) dimaksudkan untuk mengatur 2 (dua) hal yaitu : 1. Penyediaan tenaga listrik yang dilakukan secara terintegrasi memiliki wilayah usaha pada jenis usaha Distribusi dan usaha Penjualan. 2. Usaha penyediaan tenaga listrik pada wilayah tersebut dilakukan secara monopoli bukan kompetisi;
  3. Pasal 10 ayat (4) dimaksudkan untuk mengatur bahwa usaha Distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik memiliki wilayah usaha sedangkan usaha pembangkitan tenaga listrik dan usaha Transmisi tenaga listrik tidak mempunyai wilayah usaha;
  4. Pasal 11 ayat (3) dimaksudkan bahwa Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat memberikan ijin usaha penyediaan tenaga listrik kepada Badan Usaha milik Daerah, Swasta, atau Koperasi dalam wilayah yang belum mendapatakan layanan tenaga listrik dari PLN;
  5. Pasal 11 ayat (4), pengertian pasal ini adalah dalam hal tidak ada BUMD, Swasta, atau Koperasi yang berminat dalam suatu wilayah yang belum mendapat layanan listrik dari manapun maka Pemerintah memerintahkan BUMN untuk menyediakan tenaga listrik sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  6. Pasal 20 dimasudkan bahwa ijin usaha penyediaan tenaga listrik ditetapkan seusai dengan jenis usaha yang dimohonkan oleh pelaku usaha;
  7. Pasal 33 ayat (1) maksudnya adalah harga jual tenaga listrik dan sewa tenaga jaringan tenaga listrik harus meperhatikan biaya untuk memproduksi tenaga listrik atau menghasilkan jasa pelayanan tenaga listrik. Harga jual atau sewa jaringan tenaga listrik tidak boleh ditetapkan lebih rendah dari biaya yang diperlukan untuk menghasilkan atau jasa tenaga listrik. Pelaku Usaha tidak dapat menetapkan harga tanpa persetujuan Pemerintah daerah ataupun Pemerintah;
  8. Pasal 33 ayat (2), Pemerintah / Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas penetapan harga jual tenaga listrik (TDL) setelah mendapat persetujuan dari DPR guna menghindari penetapan harga secara sepihak oleh pengusaha tenaga listrik dan mekanisme pasar (Suplay-Demand);
  9. Pasal 56 ayat (1) maksudnya adalah untuk memperjelas status PT PLN dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum;
  10. Pasal 56 ayat (2) maksudnya adalah bahwa PT PLN saat ini memiliki fungsi usaha penyediaan tenaga listrik sekaligus usaha penunjang tenaga listrik oleh karena itu untuk penataan usaha PT PLN diperlukan penataan perijinan agar tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh negara dapat dilaksanakan secara efektif;
  11. Pasal 56 ayat (4) tidak mengatur PT PLN (Persero) tetapi mengatur pemegang ijin lainnya yang berkaitan dengan ijin usaha ketanagalistrikan untuk kepentingan umum dan sendiri.
Pada kesempatan ini pemerintah memohon (Petitum) kepada Mahkamah Konstitusi dapat memberikan keputusan :
  1. Menyatakan bahwa pemohon tidak mempunyai legalstanding;
  2. Menolak permohonan uji materiil Undang-undang nomor 30 / 2009;
  3. Menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan;
  4. Menyatakan pasal 10 ayat (2)(3)(4), pasal 11 ayat (3)(4), Pasal 20, pasal 33 ayat (1)(2), dan pasal 56 ayat (1)(2)(4) tidak bertentangan dengan UUD 1945;
  5. Menyatakan Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 tetap berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia;
  6. dan atau memutuskan dengan seadil-adilnya.

Sebelum menyampaikan paparan, para saksi/ahli dari pemohon (SP PT PLN (Persero)) yang terdiri dari : Prof. Harun Al Rasyid SH, Ir. H. Syariffuddin M, M.Eng, Ichsanuddin Noorsy SE. M.Hum, dan Drs. Revrizon Baswir MBA diambil sumpahnya terlebih dahulu menurut ajaran agama Islam.


Pada kesempatan pertama saksi/ahli dari pemohon Prof. Harun Al Rasyid SH menitik beratkan pada Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Menurut beliau bila Undang-undang tersebut telah dibatal berarti batal dan tidak dapat digunakan lagi apalagi dihidupkan kembali.

Keterangan saksi/ahli dari pemohon (SP PT PLN (Persero)) Ir. H. Syariffuddin M, M.Eng, menjelaskan tentang sistem ketenagalistrikan yang menitik beratkan pada Apa yang terjadi kalau UNBUNDLING usaha Ketenagalistrikan serta REGIONALISASI Tarif dilaksanakan. Beliau berpendapat bila Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan jadi dilaksanakan maka BPP disetiap daerah :

DAERAH

BPP TM
Rp./kWH
BPP TR
Rp./kWH
RASIO
ELEKTIFITAS
IPM
2005
HRG LISTRIK
Rp./kWh
SABANG-NAD 1.984 2.603 57,67% 69,0 634
MARAUKE-PAPUA 2.256 3.192 24,41% 62,8 634
MIANGAS-SULAWESI UTARA 1.676 2.063 53,85% 72,3 634
ROTENDO-NTT 2.433 3.072 22,32% 62,1 634
Jadi bila harga ditetapkan berdasarkan Undang-undang tersebut maka harga jual listrik akan naik karena harga listrik tanpa subsidi, ini dampak bila PLN diprivatisasi. Sebagai contoh harga listrik di SABANG-NAD akan naik sampai 405%, harga di MAUROKE-PAPUA akan naik 406%, harga di MIANGAS-SULUT akan naik 325%, dan harga di ROTENDAO akan naik menjadi 478%. Sedangkan peta ketenagalistrikan (PLN) di Indonesia nantinya diibaratkan BERBURU DI KEBUN BINATANG. Maksudnya adalah para Investor Asing akan berlomba-lomba membeli/menguasai pembangkit yang ada di JAMALI (Jawa Madura Bali) karena di JAMALI inilah PLN untung. Sedangkan listri di luar JAMALI pengelolaannya diserahkan ke BUMN karena Investor tidak mau mengelolanya karena merugi. Ibarat AYAM KAMPUNG (BUMN) bila ayam tersebut sudah gemuk maka disembelih.

Sebenarnya terbitnya Undang-undang nomor : 30 tahun 2009 merupakan suatu proses akhir dari dari suatu besar yang dilakukan secara sistemik bahkan sejak sejak proklamasi. Dengan kata lain bahwa setelah dicetus proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 maka terjadilah dengan apa yang disebut suversi Neokolonialisme tutur Drs. Revrizon Baswir MBA.


Ichsanuddin Noorsy SE memaparkan bahwa Interferensi asing terhadap Indonesia dalam reformasi sumber energi dibuktikan dengan adanya paksaan dari IMF untuk masuk kedalam tubuh kebijakan-kebijakan Indonesia semenjak Presiden Soeharto menandatangani LOI tanggal 31 oktober 1997 yang mana didalammnya dituntut berbagai macam reformasi termasuk reformasi ketenagalistrikan. Akhir interferensi asing terhadap Indonesia pun terkuak dengan bukti adanya radiogram dari Washinton ke Jakarta yang memerintahkan 3 (tiga) hal isinya : 1. Ganti Direktur Utama Pertamina, 2. Ganti Direktur Utama PLN, 3. Siapkan draft rancangan Undang-undang Migas dan Energy.
Selanjutnya menurut pendapat beliau bahwa ada 4 (empat) hal sektor-sektor kedaulatan ekonomi :
  1. Sektor-sektor strategis yang komponennya Air, Energi, dan Pertanian tidak boleh dipasar bebaskan;
  2. Pangan tidak boleh dipasar bebaskan;
  3. Uang tidak boleh dipasar bebaskan;
  4. Infrastruktur tidak boleh dipasar bebaskan.

Mengutip pendapat Bung Karno dan Bung Hatta "BILA HANYA DEMOKRASI POLITIK TANPA DEMOKRASI EKONOMI SESUNGGUHNYA KITA BELUM MERDEKA".

Diakhir sidang Pleno Mahkamah Konstitusi ini Hakim Ketua menetapkan sidang selanjutnya tanggal 25 Maret 2010 dan meminta Pemerintah menghadirkan Direktur Utama PLN dan saksi/ahli dari Pemerintah.

Humas DPP SP PT PLN (Persero)
Last Updated on Friday, 12 March 2010 16:16

DAHLAN ISKAN & POWER SECTOR RESTRUCTURING PROGRAM

”Langkah awal dari restrukturisasi di Sektor Ketenagalistrikan adalah pemecahan (Unbundling) secara geografis Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Disektor Ketenagalistrikan yang lebih berkembang, usaha penyediaan tenaga listriknya juga akan dipecah (Unbundling) menjadi usaha pembangkit, transmisi dan distribusi, kompetisi akan diperkenalkan dan sebuah badan pengatur yang Independen akan dibentuk”

Demikian pengantar Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto pada The White Paper (Buku Putih) yang merupakan    Blue Print kebijakan Sektor Ketenagalistrikan atau lebih dikenal  Power Sector Restructuring Program pada Agustus 1998. Kebijakan tersebut muncul menyusul ditanda tanganinya kesepakatan antara Pemerintah dan IMF berupa Letter of Intent (LOI) oleh Presiden Soeharto diujung kekuasaaannya. LOI tersebut diantaranya merupakan komitmen Pemerintah Indonesia untuk meliberalkan Sektor Ketenagalistrikan sebagai prasyarat dikucurkannya pinjaman struktural sebesar $ 900 juta pada Tahun 1999 yang sebagian besar berasal dari ADB, JEXIM (JEPANG) dan USAID (Amerika Serikat).

Kata kunci dari pengantar Menteri Pertambangan dan Energi atas  Power Sector Restructuring Program pada 1998 tersebut adalah, pemecahan geografis (Unbundling Horizontal) dan pemecahan fungsi (Unbundling Vertikal) di Sektor Ketenagalistrikan, atau tegasnya, dengan nuansa tekanan dari donor driven –yang dalam hal ini di wakili oleh       IMF– Pemerintah terpaksa akan meliberalkan kelistrikan Jawa – Bali, yang diwujudkan dengan melakukan privatisasi asset PLN pada wilayah tersebut terlebih dahulu, dan menyerahkan pengelolaan PLN Luar Jawa kepada Pemda setempat.


Dengan demikian sektor ketenagalistrikan akan mengalami phase Unbundling Vertikal untuk kelistrikan Jawa – Bali, dan Undbundling Horisontal untuk kelistrikan Luar Jawa yang semua ini di implementasikan kedalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan.

UNBUNDLING VERTIKAL.
Dalam UU nomor  20 Tahun 2002 Almarhum, terlihat jelas bahwa pasal 8 ayat (2) serta pasal 16 telah mengamanatkan kepada Pemerintah,  agar sektor ketenagalistrikan didaerah yang sudah berkembang (Baca :   Jawa – Bali), dipecah (Unbundling) secara vertikal kedalam unit usaha yang terpisah diantara Pembangkit, Transmisi, Distribusi dan Ritail, yang kemudian dikompetisikan (mengikuti mekanisme pasar bebas). Namun dengan pertimbangan bahwa, apabila instalasi PLN yang semula    vertically integrated system, kemudian dilakukan Unbundling secara vertikal akan menghilangkan Penguasaan Negara atas sektor ketenagalistrikan, dan berakibat harga listrik tidak terkendali, maka Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tersebut pada 15 Desember 2004.

UNBUNDLING HORISONTAL.
Pemecahan secara geografis (Unbundling Horisontal), dimaksudkan agar sektor ketenagalistrikan pada daerah yang dianggap belum berkembang (Luar – Jawa) diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah. Sehingga Pemerintah Daerah mempunyai otoritas langsung untuk mengembangkan Sektor Ketenagalistrikan didaerahnya. Namun perlu diketahui bahwa subsidi listrik semakin lama semakin membengkak, dan puncaknya sebagaimana Statistik PLN 2008 yang menunjukkan bahwa besaran subsidi mencapai angka Rp 76,5 trilyun, yang berarti tiap unit PLN (propinsi) paling tidak secara rata-rata telah mengalami devisit sebesar      Rp 2 trilyun lebih, yang artinya pula apabila kebijakan power sector restructuring ini diterapkan secara konsisten, maka pemerintah daerah, dan ujung-ujungnya konsumen luar jawalah yang akan merasakan dampak kenaikan tarif dasar listrik. Faktor ini pula yang menjadikan pertimbangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dijelaskan pada halaman 188 butir 5 keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 001-021-022/PUU-I/2003     untuk menolak power sector restructuring yang dituangkan kedalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tersebut.
FENOMENA PEMAKSAAN KEBIJAKAN.
Adalah fakta bahwa pada tanggal 15 Desember 2004 Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan kredibilitasnya dengan membatalkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan, yang nyata-nyata melanggar UUD’45 khususnya pasal 33 ayat (2), dimana Cabang Produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara. Adalah fakta pula bahwa sektor ketenagalistrikan, dalam persidangan Mahkamah Konstitusi antara 2003 – 2004 yang lalu, terbukti merupakan cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

Namun demikian meskipun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002       telah dibatalkan pada tanggal 15 Desember 2004, secara tiba-tiba pada Maret 2005 muncul Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sektor Ketenagalistrikan dengan nuansa lebih liberal dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 Almarhum. Muncul pula Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2007 tentang Grid Code yang essensinya merupakan perwujudan otoritas Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik (BAPETAL) sebagaimana diamanahkan oleh   Undang-Undang yang telah dibatalkan.

Indikasi lain dari insistensi Pemerintah untuk tetap meliberalkan sektor ketenagalistrikan meskipun dasar hukumnya tidak ada, adalah dengan munculnya hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 08 Januari 2008 dimana kebijakan Unbundling baik vertikal maupun horisontal bagi PLN dipaksa untuk dilaksanakan melalui mekanisme kebijakan korporat.

Bahkan akhirnya pada tanggal 23 September 2009 (hari libur lebaran), Pemerintah menandatangani Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan yang baru, yang secara essensial sama dengan semangat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 yang telah dibatalkan.

Sikap insist pemerintah yang sangat kental untuk mem privatisasi (baca : menjual) PLN di Wilayah Jawa – Bali diatas, bukanlah sikap yang kebetulan atau tanpa program yang matang. Terlebih-lebih negara tetangga (Philipina) pun telah melakukan hal yang sama atas ”PLN” nya yang bernama National Power Corporation (Napocor).

NAPACOR saat ini telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta nasional maupun asing dan bahkan menurut Public Services International (PSI) –sebuah organisasi buruh internasional dibidang pelayanan publik yang berkantor pusat di Jeneva– keluarga Presiden Arroyo pun menguasai beberapa pembangkit, bekerjasama dengan konglomerat setempat.

Dengan contoh riil diatas, sepertinya pemerintah terinspirasi untuk melakukan hal yang sama, terlebih-lebih dengan adanya kesanggupan yang secara explisit tertuang dalam Letter of Intent tertanggal 16 Maret 1999, bagian supplement, butir 20 yang menyatakan : ”The Government intends to restructure the power sector to improve efficiency and reduce fiscal burden. With the support of the Word Bank and AsDB, the government will (i) establish the legal and regulatory frame work to create competitive electricity market, (ii) restructure the organization of the PLN, (iii) adjust the electricity tariff; (iv) rationalize power purchase from private sector power project. The government has commenced renegotiation with the Independent Power Producer, will initiate the organizational restructuring of PLN by June 1999 and will enact the new Electricity Law by December 1999”.

Dari dokumen diatas jelaslah bahwa pemerintah masih merasa punya hutang untuk melaksanakan Power Sector Restructuring Program dalam rangka implementasi LOI, yaitu Road Map privatisasi PLN.

DIPERLUKAN BLACK CAMPAIGN TERHADAP PLN.
Dalam setiap langkah untuk memprivatisasi BUMN, maka biasanya pemerintah selalu memerlukan justifikasi sebagai dasar pembenaran langkah tersebut, sebagaimana pernah terungkap dalam persidangan yudicial review Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002, dimana saat itu pemerintah diantaranya beragumentasi bahwa sumberdaya manusia PLN tidak effisien. Tetapi argumentasi semacam itu tidak bisa diterima oleh Mahkamah Konstitusi, bahkan sebagaimana tertera pada halaman 349 Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 001-021-022/PUU-I/2003 dinyatakan : “Menimbang bahwa adanya kenyataan inefisiensi BUMN yang timbul karena factor-faktor miss management serta korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan pasal 33 UUD’45, bak pepatah buruk muka cermin dibelah. Pembenahan yang dilakukan haruslah memperkuat penguasaan Negara untuk dapat melaksanakan kewajiban konstitusionalnya sebagaimana disebut dalam pasal 33 UUD’45”.
Ungkapan buruk muka cermin dibelah diatas, kurang lebih adalah sindiran Mahkamah Konstitusi terhadap Pemerintah dan DPR yang alih-alih membina, bahkan seringnya merusak BUMN dengan menjadikannya      cash cow.

Munculnya argumentasi pemerintah atas ketidak efisienan BUMN yang hendak diprivatisasi inilah, yang ditengarai sebagai black campaign.

Bahkan, untuk PLN, black campaign semacam ini dalam lima tahun terakhir semakin menjadi-jadi. Diantaranya pemberitaan tentang makin membengkaknya subsidi terhadap PLN, pada hal pembengkakan anggaran tersebut diantaranya adalah akibat penanganan domestic market obligation (DMO) oleh pemerintah yang tidak benar, sehingga mengakibatkan pemborosan operasional sekitar Rp 20 trilyun per tahun akibat permasalahan 7500 MW pembangkit PLTU dual firing PLN, yang mestinya dapat dioperasikan dengan gas tetapi karena langka, akhirnya dioperasikan dengan BBM, yang biaya operasionalnya lima kali lipat. Permasalahan lain adalah terjadinya listrik padam, sebagaimana terjadi di jakarta beberapa minggu yang lalu akibat trafo yang meledak, karena tidak adanya uang pemeliharaan dan penggantian trafo. Semua ini terjadi karena adanya pemotongan biaya operasional yang kemudian dialokasikan untuk penyelesaian proyek 10.000 MW yang gagal didanai oleh Bank Of China.

Dan ternyata memang benar, sebagaimana terungkap dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR RI tanggal 06 Mei 2009,  bahwa  karena PLN tidak effisien, maka diperlukan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru, yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009.

FENOMENA DAHLAN ISKAN
Kalau ditelusuri mulai adanya Letter of Intent (LOI), Oktober 1997, kemudian terbitnya the white paper Menteri Pertambangan dan Energi Agustus 1998 dengan essensi komitmen pemerintah untuk melakukan  unbundling dan privatisasi PLN sebagai perwujudan pelaksanaan power sector restructuring program, kemudian lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan yang akhirnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi, kemudian muncul peraturan dibawah Undang-Undang yang jelas-jelas liberal, begitu pula adanya hasil RUPS 2008 yang mengamanatkan unbundling PLN melalui kebijakan korporat, dan terakhir dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, semua ini jelas merupakan political will pemerintah yang sangat kuat yang terekam dalam alur benang merah bagi privatisasi PLN yang belum terjawab.

Untuk menjawab permasalahan diataslah rupanya, pemerintah –dengan pertimbangan sedikit berbau politis– kemudian berketetapan untuk menempatkan sosok Dahlan Iskan sebagai Direktur Utama menggantikan Fahmi Mochtar, dengan tugas utama melaksanakan restrukturisasi korporat sebagaimana tercantum dalam Siaran Pers Kementerian Negara BUMN  No-PR-17/S.MBU.I/2009 tanggal 23 Desember 2009 pukul 15.00 Wib di Auditorium PLN Pusat. Dengan demikian apabila di tengok butir-butir The White Paper nya Menteri Pertambangan dan Energi diatas, dan juga isi kesepakatan yang tertuang dalam LOI, 16 Maret 1999 yang menyatakan bahwa pemerintah akan melaksanakan Power Sector Restructuring Program yang diawali dengan butir (ii) LOI yaitu: “to Restucture the Organization of PLN” atau restrukturisasi korporat, memang sangat lah klop dengan penempatan Dahlan Iskan sebagai the man behind the gun, dimana sosok “the gun”nya adalah UU No 30/2009 tentang ketenagalistrikan dengan target penyelesaian Power sector Restucturing Program, yang intinya privatisasi PLN.
Syah-syah saja bila para pakar ekonomi, berusaha menganalisa tentang mungkin tidaknya PLN di privatisasi dengan mengkaitkan ke parameter ekonomi, dengan tujuan mementahkan kekhawatiran tentang adanya privatisasi PLN. Namun dengan contoh nyata kasus NAPOCOR, terlebih-lebih adanya statemen dari Prof. Jeffry Winters, guru besar North Western University (AS) dalam seminarnya di hotel Mulia Jakarta tiga tahun silam yang menyatakan, bahwa fenomena privatisasi BUMN semacam NAPOCOR, PLN, EGAT (Thailand) dan lain-lain dimuka bumi ini, adalah merupakan upaya Political treatment dari negara-negara adidaya untuk mengkooptasi secara politis negara-negara berkembang, dengan membonceng issue besar globalisasi dan pasar bebas.
Oleh : AHMAD DARYOKOPengamat Kelistrikan
Last Updated on Friday, 12 March 2010 23:54

Kamis, 11 Maret 2010

APPLE TERBARU


Apple tampak optimis dengan tahun 2010. Setelah bersaing dengan cukup ketat baik di pasaran ponsel ataupun laptop, kini Apple ingin membuka jalur baru dengan akan meluncurkan produk Apple Tablet.
Mantan presiden Google China telah mengklaim bahwa perangkat tablet Apple yang nantinya diluncurkan akan memiliki fitur berukuran layar 10.1 inchi, memiliki webcam dengan tampilan antarmuka yang menarik.
“Apple Tablet tampak seperti iPhone yang berukuran lebih besar yang menggunakan tampilan antarmuka pengguna yang mengagumkan serta dikemas dalam layar berukuran 10.1 inchi.” papar Kaifu Lee di blognya.
“Tablet tersebut akan mengkombinasikan fungsi-fungsi dari netbook dan Kindle E-book reader. Perangkat ini tampaknya akan menggunakan virtual keyboard untuk memasukkan teks dan memiliki webcam untuk melakukan video conference.”
Spesifikasi yang disebutkan di atas juga disebutkan oleh analis ITIC, Laura DiDio, yang berpendapat bahwa masa depan dari Apple Tablet tampaknya tak akan jauh-jauh dari perangkat berukuran 10-12 inchi dengan resolusi yang mengejutkan, penggunaan grafis teranyar saat ini dan menggunakan webcam.
“Tablet ini akan merubah permainan. Apple akan mengajukan tantangan pada para kompetitornya dan memaksa mereka mengikuti jalan yang akan ditempuhnya,” kata DiDio lagi.
Sementara itu, baru-baru ini dilaporkan oleh AppleInsider bahwa Club Cupertino memiliki rencana untuk meluncurkan virtual keyboard dengan permukaan yang dinamis serta fitur yang canggih.
Sebagai tambahan, developer iPhone diminta mempersiapkan demo dari aplikasi yang akan digunakan pada perangkat tersebut dengan resolusi layar penuh daripada format layar yang digunakan iPhone yang berukuran 320×480px. Sudah tak sabar menantinya? Tunggu saja.
Wow, setelah rumor-rumor beredar di sana sini, perangkat kontroversial yang mengguncang dunia teknologi di dunia ini telah muncul secara resmi di situs Apple.com/ipad. Perangkat tablet sexy yang langsing (tebalnya hanya 0.5 inch) yang digadang-gadang akan menjadi perangkat penerus kehebohan Apple Ipod akhirnya diluncurkan juga. Perangkat tablet ini dinamai secara resmi Apple iPad dan dijual mulai dari harga 499 USD atau 5 jutaan rupiah.
Anda dapat membaca dan mengirim email menggunakan iPad berlayar lebar ini, mengimpor foto dari Mac, PC atau kamera digital, serta mengorganisasinya dalam album dan menampilkannya menggunakan slideshow iPad yang elegan. Anda juga dapat melihat film, Youtube dalam tampilan HD dan membaca ebook yang bisa didownload dari Apple iBookstore sambil mendengarkan musik.


Apple melengkapi iPad ini juga dengan versi baru iWork software produktivitas yang didesain utk Multi-Touch, serta aplikasi Pages®, Keynote® and Numbers® yang bisa dibeli melalui App Store seharga $9.99.

Berikut ini adalah fitur dan spesifikasi Apple iPad:
- Beratnya 1.5 pounds dengan layar 9.7-inch capacitive touchscreen LED multitouch dilengkapi prosesor Apple 1Ghz Apple “A4″ chip yang dibuat oleh P.A. Semi.
- Batere tahan lama selama 10 jam dengan 1 bulan standby. Kita bisa memilih iPad dengan memori 16, 32 atau 64 Gb.
Ada connector Dock 30-pin, speaker, microphone, Bluetooh, 802.11n WiFi dan  3G optional. Serta ada accelerometer dan kompas. Ada juga keyboard dock yang bisa dicolok di posisi portrait.
Perangkat ini juga dilengkapi software iTunes serta dapat menjalankan aplikasi iPhone. Pengembang bisa mengguankan iPhone OS SDK yang ada saat ini untuk membuat aplikasi utk iPad.
Versi 3G dengan HSDPA dapat dijalankan pada jaringan AT&T saat ini.